[Suasana pasar jum'at di Masjid Mujahidin Bandung]
Fenomena pasar kaget di berbagai daerah tampaknya kian marak terjadi. Aneka macam barang dagangan diperjual-belikan di pasar kaget ini, utamanya barang-barang sandang dan pangan berskala mikro. Bahkan pedagang yang berjualan bisa datang dari daerah-daerah jauh.
Dalam prakteknya, pasar kaget ini muncul dengan berbagai varian, antara lain pasar jum'at, pasar minggu, pasar pagi, pasar malam, dan varian-varian lainnya.
Khusus di daerah Kota Bandung, setiap hari Jum'at muncul fenomena pasar jum'at, tenggat waktunya antara pukul 09.00 WIB hingga 15.00 WIB. Pasar jum'at ini muncul seiring banyaknya jama'ah jum'at di masjid-masjid yang relatif besar di kota Bandung. Sebut misalnya masjid Mujahidin (Sancang), masjid Pusdai (Diponegoro), masjid Salman (ITB), masjid Istiqomah (Citarum), masjid Al-Ukhuwah (Wastukencana). Masjid-masjid tersebut tidak hanya dipadati oleh jama'ah shalat jum'at, tetapi juga dipadati oleh para pedagang di sekitarnya.
Mungkin ini telah menjadi fenomena umum, akan tetapi yang menarik adalah tidak sedikit pula perusahaan-perusahaan tergolong besar seperti dealer-dealer kendaraan bermotor dan cabang-cabang perusahaan makanan ringan yang ikut meramaikan bursa pasar kaget ini dengan menutus para salesnya.
Fenomena pasar kaget menjadi lebih menarik kala realitas pasar tradisional belakangan ini eksistensinya kian merosot. Pasar-pasar tradisional telah terstigma dengan kondisinya yang kumuh, bau, tidak higienis, dan sebagainya. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan retail raksasa melakukan ekspansi besar-besaran menyerbu konsumen tingkat menengah ke bawah yang notabene merupakan ladang pasar tradisional. Dua perusahaan retail raksasa seperti PT. Sumber Alfaria Trijaya, Tbk (Alfamart) dan PT. Indomarco Prismatama (Indomaret) sukses besar merebut konsumen pasar tradisional itu.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa konsumen akan lebih memilih berbelanja di lokasi yang menurut mereka lebih baik. Terlepas dari bagaimana dampak ekonomi yang ditimbulkannya dikemudian hari. Sebuah realitas pragmatis yang niscaya.
Pasar kaget setidaknya menjadi alternatif bagi pedagang-pedagang kecil untuk tetap eksis di tengah persaingan yang tak berimbang tersebut. Walaupun mungkin dilematis, disatu sisi pasar kaget mengganggu ketertiban umum, tapi disisi lain, melalui transaksi pedagang-pedagang kecil inilah fundamental ekonomi Indonesia menjadi kuat, tahan terhadap krisis. Suatu realitas ekonomi kerakyatan yang niscaya pula.
Semoga ke depan muncul solusi yang lebih baik. Dari siapapun. Untuk generasi bangsa Indonesia yang lebih mandiri.
Salam Pena!